Jumat, 21 Februari 2014

Saat Kota kami Berduka :'(



Selamat Jalan Guru…
Dalam Rindu yang tersemai Indah tawadu’mu
Dalam Cinta yang turut berkabung saat segala penjuru mengumandangkan namamu.
Ada sakit. Menyesak. Lalu meruang.
Aku limpung. Hanya bersimpuh saat otot tak lagi menegang seperti biasanya.
Dimana Hari ini tiba-tiba Isak tanpa suara menjadi “intrumen” paling memilukan dikotaku. Kota kami.
Selamat Jalan guru..
Tak banyak yang dapat kami persembahkan untuk mengantarkan Kepulangan abadimu.
Selain Do’a dan air mata yang mengucur bagai hujan bermusim-musim tanpa jeda.
Selamat jalan, Guru. Selamat Bahagia..
Kami mencintaimu, tapi Tuhan lebih mencintai hingga Ia ingin segera bertemu denganmu.
Selamat jalan, Guru..
Selamat Jalan, Ayah.
Selamat Jalan, Pahlawan..
Selamat Jalan. Kyai…

Damailah. Tenanglah. Guru..
Sebab Tuhan telah janjikan tempat terbaik untukmu, Guru…
Selamat jalan.
Selamat Jalan.
Do’akan kami agar bisa bersanding kembali denganmu.
Dalam cinta dan rindu yang sama dan takkan pernah ada habisnya.

Selamat Jalan, Guru. Selamat Berdamai, Ayah.
Kami mencintaimu tanpa henti.

Rabu, 19 Februari 2014

Aku Titip Hatiku, Tuhan





"kita sepatutnya minta pada Allah bukanlah keringanan ujian tetapi sedikit pinjaman kekuatan untuk menghadapi ujian"

#Kekecewaan adalah tamu yang sering mampir dikehidupan kita, ia tak ubahnya ombak yang tidak pernah lelah mengunjungi pantai, terus berdatangan, bergemuruh laksana gelisahnya lautan dan gelombang disamudera kehidupan ini.

Namun perahu itu harus kita kayuh, karena kita telah meninggalkan pantai yang indah itu dulu, dimasa remaja atau masa yang mengikutinya. Sekarang kita harus melaju, meski tidak ada lagi bekal dan semangat. Cinta yang dulu dibangun mungkin telah pudar, namun lihatlah..

Harapan itu masih ada. Dari cahaya itu kita bisa menyalakan kembali lilin-lilin lain untuk menerangi dan menemani bintang-bintang yang diam. Dan kita tatap langit. . ia masih luas. Tataplah dunia dan cari ujungnya, maka jawabannya adalah kematian.

Dengan mengarungi samudra kehidupan ini, artinya kita sedang berlayar menuju kematian kita. Haruskah kita terhenti dan membiarkan waktu menyeret kita?

Jika masalah adalah tamu yang sering berkunjung dihati kita, maka ketahuilah bahwa kekecewaan adalah buah dari pohon harapan yang pernah kita tanam di tanah yang salah. Dan sebenarnya masa itu sudah berlalu..

Jauh...
Jauh sekali, dan..
Selain rumput-rumput dan bekas bunga indah yang sekarang berubah menjadi kekecewaan itu, sebenarnya jika kita telaah disanan ada buah yang disebut hikmah.

Ah..
Apalah hikmah, apalah kisah jika ada hati yang terluka?
Haruskah luka itu dipelihara atau dihempaskan saja?
Atau inikah pertentangan?

Pertentangan dua rasa yang saling mengadu dan tidak mau bertemu. Seuntai kisah yang menjadi rantai. Rantai yang menjerat kaki kita untuk melangkah lagi. Cara terbaik adalah memutusnya, karena rantai kebiasaan itu terlalu sulit untuk dirasakan hingga ia terlalu sulit untuk diputus.

HEMPASKAN SAJA KE PANTAI..
Biarkan ia menjadi ombak yang beriak, atau gemuruh berkecamuk di tebing-tebing sepi. Karena perahu itu harus terus berlayar kedepan tanpa menoleh lagi si masalalu, seindah apapun ia.

Semoga nanti bertemu dipantai lain yang berkekalan.
"Tidak usah bersusah payah memohon untuk mengubah takdir, namun berdo'alah agar hati kita ridhaaaa dengan takdir-Nya yang maha gagah".

REHAB HATI.



 #Bukankankah kecewa itu penebus dosa, Tuhan ?
Aku Titip Hatiku saja, tuhan :)





 

Jumat, 14 Februari 2014

Ibu, bagaimana memilih pasangan hidup yang baik itu?



Suatu hari, seorang anak gadis berkata kepada ibunya, "Ibu, bagaimana memilih pasangan hidup yang baik itu?"

Si ibu dengan bijak menjawab, "Anakku, jangan kau menikahi seorang lelaki hanya karena ketampanannya, kelak akan kau akan kecewa, karena ia pasti akan tua. Jangan pula memilihnya hanya karena dia dikagumi banyak wanita, karena kau belum tahu apa kekurangannya. Tidak pula karena kekayaannya, karena kekayaan tidak pernah kekal. Tapi pilihlah dia karena akhlaknya yang mulia. Pilihlah dia karena imannya."

"Lalu bagaimana ingin tahu dirinya akan membuatku bahagia, padahal belum tentu dia kaya, tampan atau terkenal?" tanya sang anak.

"Nak, ketampanan dan kecantikan ada pada hati yang merasa. Kaya ada pada hati yang Qonaah. Terkenal di hadapan manusia belum tentu mulia di hadapan-Nya." jawab sang ibu.

Si anak gadis itu dengan serius mendengarkan penjelasan dari ibunya, sementara sang ibu melanjutkan untaian kata-kata nasehat, "Perbaikilah akhlakmu, perbaharuilah niatmu, kuatkan imanmu, perbanyak amalmu. Lalu jika hari itu tiba, terimalah pemuda yang berani melamarmu. Setidak-tidakny a dia berniat baik kepadamu, bukan menggodamu. Namun karena keinginannya menjaga kesucian cinta. Kau tentu boleh memilih, namun ingatlah, jika kau alihkan cintamu pada harta, ketampanan, juga keturunannya, maka kamu pasti akan kecewa. Karena boleh jadi itu hanya topeng darinya."

"Istikharahlah. .. Dan jika pilihanmu mantap padanya, menikahlah karena itu adalah sebaik-baik penawar fitnah. Kau akan rasakan kebahagian karena memenangkan Allah dalam pilihanmu."

"Rasakanlah cinta bersamanya, kelebihannya membuatmu tersenyum bahagia, kekurangannya akan menjadi bibit-bibit cinta diantara kalian. Karena kalian tercipta untuk saling mengisi, saling memperbaiki akhlak."

"Semangatilah langkahnya, kukuhkan semangat juangnya. Arungi bahtera rumah tangga dengan senyum CERIA. Kelak, didiklah anak-anakmu untuk menjadi pejuang yang setia pada cinta yang mulia. Lahirkan keturunan yang kuat tauhidnya, mulia akhlaknya, kukuh imannya. Dan kelak, ibumu ini akan bahagia menimang cucu seorang pejuang sejati.. Insya Allah.." ujar si ibu menutup untaian kata-kata nasehatnya.