IBU
Dulu kau bercerita
nyanyian purba
Dibawah kepulan asap
dupa dan mantra yang menggerus selayak kerut didahimu
pagi yang masih buta di
halaman
Dengan secangkir kopi
pahit menjadi ciri khasmu
Sebelum memulai
bercerita leluhur kita
Atau tentang 270 hari
lebih kau mengandungku dalam sakit yang sangat
Wajahmu sumringah tiap
kali sampai pada kisah tua
Saat kau pertaruhkan
nyawa untuk melahirkanku dari rahim surgamu
Menyapihku dalam lesu
yang berkepanjangan
Sungguh kasihmu tak
berpamrih,ibu
Desah buih serupa
lenguhmu yang tinggal satu-satu
Wajah sepuhmu seolah
bercerita berat beban dipundakmu
Hingga tak ada jeda
rahasia untukku, anakmu
Aku hanya bisa
memandang polos kerut keletihan di galur-galur telapak tanganmu.
Sambil lalu memijiti kakimu yang lesu sisa
kerja seharian
ibu
Beribu rindu kujelmakan
puisi untukmu
Kini, tinggal kenangan
basah pada perkabungan sakral
Diatas hujan bulan mei
Ruhmu terbang
meninggalkan sisa arang
Setelah kau direnggut
kematian yang sederhana
Riuh jemaahpun menjelma
air mata
Bebayang tawadhu’mu yang
pecah jadi mosaik
Dari perca-perca cinta
Tuhan
ibu
Tak cukup separuh milenia
untuk mengenang perjuangan mu
Biar berbelas purnama
telah lalu
Namun engkau tetap
seharum melati-melati basah
Bersama gemuruh tasbih
di segala penjuru
Untuk mu perempuan
perkasa sepanjang masa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar