Untuk yang nantinya membaca surat ini, aku hanya ingin kamu
tahu.
Akhir-akhir ini ada yang memiliki kebiasaan baru. Aku.
Memikirkanmu. Kepala menerka-nerka apa yang sedang disajikan realita. Namun,
aku tak mengerti. Aku tak bisa mengerti lelucon ini, atau memang selera humorku
yang tidak terlalu tinggi. Mengapa kamu? Sejak kapan? Benarkah?
Pertemuan - Perpisahan - Pertemuan, bukankah hanya seperti itu
alurnya?
Tiba-tiba saja, aku terbiasa dengan adamu. Ketika hampa
memenjarakanku, setepat itu kamu tiba. Bukankah dulu kita tak pernah
bersentuhan dengan perasaan? Benarkah kita sudah memasuki arena ini? Rasa yang
saling berpapasan, lalu nyaman dan memilih tinggal. Sebuah kosong yang
dinyamankan oleh sebuah kehadiran. Namun satu sama lain tidak pernah menyadari
bahwa ini bukanlah sebuah kebetulan. Atau memang hanya aku yang terjebak dalam
jerat rasa yang kuperankan sendirian?
Semua tentangmu jadi sentimentil. Aku tak mengerti mengapa aku
jadi takut akan sebuah ketiadaan, kepergian dan kehilangan. Mengapa aku ingin
telingamu mendengar sesuatu yang berisikan perasaan malu-malu yang kini menjadi
pencipta rona pipiku. Tapi aku begitu takut kalau-kalau kamu tak miliki
perasaan yang sama. Kalau-kalau harapanku saja yang terlalu tinggi. Sementara
rasa semakin menebal, semakin pikiranku berlomba untuk menyangkal, takut-takut
kalau kaulah yang nantinya tinggal dengan kekal.
Ternyata mengingkari tak semudah ini. Aku terlalu takut jika
suatu hari ada pengakuan yang nantinya akan membuat kita menjadi berjauhan.
Kalau-kalau kita hanya akan jadi bahan tertawaan semesta, aku yang terlalu
mudah jatuh hati dan kamu yang belum mampu mencintai.
Seperti yang sudah-sudah, resiko bertemu adalah berpisah. Entah
kapan, entah lusa, entah beberapa pekan lagi. Entah bagaimana untuk membuat
segalanya baik-baik saja. Karena melangkah, takut membuat segalanya berubah dan
mundur pun takut seperti mengabaikan kesempatan yang sudah ditawari. Tapi
segala rasa takut hanya mimpi buruk yang bisa kau atasi dengan mempercayai
segalanya saat kamu terbangun nanti.
Semoga segalanya di waktu yang tepat, tanpa perlu ada yang
berubah menjadi asing. Semoga segalanya tiba di waktu yang tepat, tanpa ada
yang menyesali karena sudah terlambat. Semoga pertemuan kita waktu itu, bukan
berujung pisah. Semoga tidak ada yang mengingkari atau saling menyakiti.
Aku-kamu, satu.
Saling menemukan, saling menjaga, saling tak ingin berpisah
Selamat membaca, selamat merasa
*Reblog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar